Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

OPINI - BUKU DAN ARTIFICIAL INTELLIGENCE (AI) OLEH RADENSYAH

    
Dalam dunia pendidikan, peran Guru dan Buku sangat amat besar. Dari kedua sumber tersebut orisinalitas ilmu pengetahuan lahir. Para tokoh-tokoh besar dunia sangat memprioritaskan guru dan buku. Jepang misalnya, rasa hormat mereka terhadap guru dan buku sungguh tinggi. Dalam islam apalagi, memang sudah sangat-sangat dianjurkan untuk mempunyai guru dan referensi penting yakni Buku, agar ilmu pengetahuan itu bersanad dan berkah.

    Namun sayang, status buku di zaman ini sudah mulai tidak lagi sakral, orang-orang mulai mengangggap buku adalah suatu yang tidak begitu penting. Padahal, jika kita mau meresapi, buku adalah sumber kemajuan, keberadaban dan perannya sangat besar dalam keberlangsungan kehidupan manusia. Kita bisa tau peristiwa masa lalu adalah lewat buku, dan banyak sekali sumbangsih buku terhadap kehidupan kita hingga detik ini. Orang-orang di jaman ini mulai beralih ke hal-hal yang instan, ringkas dan cepat. Dibidang pendidikan misal, para pelajar mulai beralih ke gaya belajar yang didominasi oleh teknologi, ketergantungan dengan internet, dan ahirnya gaya belajar tradisional mulai ditinggalkan.

    2 tahun terakhir, dunia teknologi kembali berkembang drastis. Perkembangan AI (kecerdasan buatan) semakin mendominasi di lingkungan internet. Hal ini ditandai dengan maraknya konten yang dibuat dengan bantuan prompt AI. Mulai dari generate tugas sehari-hari di laptop, penjualan produk, bahkan pembuatan video hanya dengan perintah teks.

    Dunia pendidikanpun terguncang, sebab setiap brand produk AI mengklaim mampu memberikan jawaban yang tepat terkait apa yang ditanyakan penggunanya tentang ilmu pengetahuan. Dengan narasi sepihak yang dicetus oleh para pembuat AI, banyak para pengguna AI terpesona dengan klaim yang hanya berupa narasi sepihak ini. Alhasil, mulai muncul wacana dan pemikiran singkat dalam dunia pendidikan bahwa pendidikan harus senantiasa di gandeng dengan teknologi (dalam hal ini adalah kecerdasan buatan). Sehingga jika pembelajaran tanpa teknologi ini dipandang kurang update, tidak efesien dan tidak efektif.

    Faktanya saat ini, dalam mencari sumber belajar, guru dan siswa mulai ada yang lebih sering browsing, googling daripada membuka buku dan mengadakan interview ataupun berdiskusi. Semua serba terima beres dengan info-info yang disajikan AI. Alhasil, buku-buku yang ditulis oleh para penulis selama ini, yang ada diperpustakaan mulai jarang dibaca. Tidak ada yang salah dengan Browsing dan googling di internet, tapi penekanan terus menerus pada kebiasaan itu akan membuat para pelajar perlahan mulai mengabaikan buku dan candu dan ketergantungan akan internet.

    Mengabaikan Buku dan beralih kepada pengunaan AI secara besar-besaran ini adalah suatu kemerosotan dalam dunia pendidikan. Belajar mandiri dengan mengunakan AI sepenuhnya akan mebuat daya pikir, kreativitas dan jiwa kritis menjadi hilang. Dalam tinjauan bahasa pemrograman, AI sebenarnya tidak memberikan ilmu pengetahuan, tatapi hanya merangkum informasi yang diambil dari berbagai sumber yang sudah “terdigitalisiasi”. Tidak ada yang tahu dari sumber mana saja AI bekerja mengumpulkan Informasi tersebut bahkan informasi yang keliru juga bisa ikut disajikan. Ada banyak kekurangan AI jika kita mau melakukan penelitian lebih lanjut. Salah satu kekurangannya adalah AI tidak memiliki perspektif. AI tidak mempunyai dasar pijakan dalam berinteraksi dengan pembacanya. Sementara jika kita bandingkan dengan Buku, buku punya titik dasar dalam berinteraksi dengan pembacanya, memiliki perspektif dari penulisnya dan murni terlahir dari upaya penulis buku itu dengan menempuh berbagai cara, waktu, penelitian sehingga buku itu lahir dan punya orisinalitas. Sementara AI tidak mampu menciptakan itu dan tidak akan pernah bisa.

    Interaksi dengan buku jauh lebih berkualitas dan menyentuh rasa daripada interkasi dengan interface AI. Buku mempunyai Jiwa hidup dari penulisnya, sementara AI hanya didikte dan tidak punya jiwa yang hidup. Interaksi yang terjadi antara AI dan pengguna bersifat instan dan sesaat, tidak melibatkan proses berfikir mendalam sehingga kecerdasan yang hakiki tidak akan pernah terbentuk. Sementara interaksi dengan buku bisa tumbuh dan berkembang karena ada upaya pembaca untuk memahami secara kompleks isi buku tersebut, bukan diringkas, seperti yang disajikan AI.

    Kita hargai sumbangsih kemajuan AI dalam kehidupan, namun perlu dibuat batasan. Perlu dilakukan kajian mendalam. Lebih-lebih dalam dunia pendidikan, ini menyangkut masa depan generasi. Kesalahan yang kita buat hari ini akan berdampak di masa yang akan datang. Penulis melihat, akselerasi dunia pendidikan dengan teknologi saat ini tujuannya masih pada bagaimana supaya instan, bukan pemanfaatan yang lebih baik. Dunia pendidikan tidak usah terpesona dengan kecanggihan AI. Jika dampaknya buruk terhadap generasi, sebaiknya segera kembali ke gaya belajar manual dan tradisional. Pengunaan teknologi hanya pada penunjang pembelajaran saja. Memang kita tidak bisa sepenuhnya terputus dengan penggunaan teknologi seperti penggunaan infokus, ms. word/excel tentu masih kita butuhkan dan para pelajar harus mampu mengoperasikannya, namun itu hanya sebagai penunjang bukan sumber utama.

    Disekolah dan dikampus mulailah guru/dosen membiasakan siswa/mahasiswa menulis dengan pulpen, menjawab soal ujian diatas kertas langsung. Tekankan penggunaan buku, interview dan diskusi untuk sumber belajar. Jika memang dirasa perlu mencari sumber dari internet, tapi dalam batas sewajarnya saja, dengan demikian, akan terlahir generasi yang sepenuhnya cerdas dan bijaksana, dan harapan kita, ilmu yang mereka peroleh bersanad dan berkah.

*Radensyah
konten kreator
Berasal dari Rimba Raya, Bener meriah

    Editor: Zikri Fitra, S.Pd.