Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

DASAR HARMONI SOSIAL BUKAN LOMES OLEH RADENSYAH

A. PENDAHULUAN
    Masih terjadi di lingkungan kita saat ini, dasar untuk menumbuhkan/menciptakan keharmonisan sosial belum sepenuhnya berangkat dari kebenaran. Tetapi, sering kali karena ingin curang sama-sama untung, menjaga jabatan, dan menjaga populeritas. Hal ini ditandai dengan Seseorang atau kelompok mengedepankan harmoni dengan yang lain tanpa menghiraukan apakah sudah berdasar pada kebenaran atau tidak. Sifat seperti ABS (asal bapak senang), mencari muka masih dilakukan. Kesalahan yang berulang dianggap biasa dan tidak ada niat untuk meluruskannya. Keharmonisan yang dibangun dengan cara ini tidak akan menjadikan diri pribadi, kelompok maupun birokrasi menjadi lebih baik, akan tetapi akan merusak.
    Segala aktivitas kehidupan kita di jaman ini harus kita pelajari dan renungkan. Sebab jika kita tidak mau mempelajarinya, kita akan terkena imbas dan bahkan kitapun termasuk didalamnya. Untuk itu, kita perlu berupaya membiasakan yang benar, bukan membenarkan yang biasa.

B. DASAR HARMONI SOSIAL
    Manusia sudah sepatutnya menumbuhkan/menciptakan keharmonisan dalam berbicara dan bertingkah laku, seperti dalam keluarga, bertetangga dan bermasyarakat. Begitu pula dalam ruang lingkup bekerja di suatu lembaga atau dikantor serta dalam pemerintahan. Terkait Harmoni Sosial, Didalam Buku Kajian Norma Adat Gayo Dalam Filsafat Manusia,
Dr. Joni, M.Pd, B.I. menyebutkan, bahwa “ menjaga kebaikan, keindahan, dan kelestarian dunia harus di mulai dari diri manusia sendiri dengan menjaga kebenaran pemikiran dan ucapan, kebaikan prilaku, keharmonisan dan keindahan tatanan pergaulan hidup, baik dengan sesama manusia, dengan alam semesta dan terutama dengan Tuhan. Kebenaran pemikiran dan ucapan membuahkan kejujuran, dan kejujuran membuahkan kebaikan.” (hal. 89)
    Ada penekanan penting dari uraian referensi diatas, yakni dasar berprilaku manusia yang ingin menciptakan keharmonisan sosial harus menjaga hubungan dengan Tuhan. Tentu ini maksutnya adalah berpegang teguh kepada hukum agama islam. Penekanan berikutnya adalah harmoni harus dimulai dari diri sendiri dengan cara melembagakan nilai kebenaran itu kedalam diri. Sehingga ketika berbuat dan berucap tidak dibuat-buat dan berbohong dan hanya mengedepankan hubungan baik saja tanpa dasar. Dalam nilai adat gayo, ini mungkin kita kenal dengan murib ikanung edet, mate ikanung bumi, murib benar mu ate suci, yakni hidup dan berkehidupan mengikuti tata tertib (berakhlak, muedep, muedet) dan senantiasa mengingat akhirat. Hidup haruslah berpegang pada kebenaran yang sumbernya dari hati yang suci.

C. LOMES
    Harmoni sosial yang terbentuk karena “lomes” mencari muka, tetapi didalam hati, didalam diri tidak ada dasar kebenaran maka harmoni seperti ini tidak menjadikan kebaikan melainkan kerusakan saat ini dan yang akan datang. Lomes berasal dari bahasa gayo yang maknanya kurang-lebih adalah kelihaian dalam berkata dan berprilaku terhadap orang lain, sementara dasar perkataan dan prilaku itu hanya tampak zahir saja, sementara isi hati tidak demikian. Lomes ini akan merusak tata tertib harmoni sosial, karena kelihatan baik dengan lingkungan dan orang sekitar, akan tetapi banyak faktor harmoni sosial itu sendiri yang sudah dilanggar. Misal, dikantor, ada niat untuk mendapatkan keuntungan berupa uang dengan cara salah, segala perkataan dan perlakuan ditempuh agar uang itu terkesan halal. Jika atasan dan bawahan di dalam suatu lembaga atau kantor punya sifat Lomes ini, maka keduanya sebetulnya tidak membangun harmoni sosial yang benar, tetapi harmoni dengan dasar keuntungan semata. Kelihatannya bagus dan beradab, tapi sebenarnya saat itu mereka sedang tidak menjalin hubungan baik dengan Tuhan. Dissamping itu mereka juga melanggar peraturan negara dan norma adat.
    Lomes ini, jika diteliti merupakan penyakit yang sangat jelek. Apalagi dilakukan oleh orang dewasa yang berpendidikan dan punya jabatan tinggi. Jika dilakukan oleh anak kecil mungkin lumrah adanya karena tahap pendidikan. Namun apabila orang dewasa/ bependidikan punya sifat ini, maka tujuannya pasti bukan merealisasikan nilai-nilai kebenaran, tapi hanya topeng untuk membenarkan yang biasa, bukan membiasakan yang benar.
    Lomes didalam bahasa gayo banyak maknanya, namun dalam harmoni sosial ini lomes bisa disebut sebagai sifat membangun kebaikan tapi dasarnya adalah ada maunya, keuntungan uang atau posisi jabatan, seolah-olah loyal, pura-pura mampu dll.

D. PENUTUP
    Dasar keharmonisan sosial adalah kebenaran dengan mematuhi hukum Agama islam, patuhi peraturan yang dibuat dalam negara dan patuhi aturan adat. Mulai kita sadari diri senantiasa berniat baik dalam menjalin hubungan antar sesama, baik dalam hal hubungan keluarga, pekerjaan dan tujuan bersama. Menghindari semampunya lingkungan lomes adalah sangat bijaksana. Perlu ada keberanian untuk menjelaskan dan mendiskusikan bahwa paradigma lomes itu bertentangan dengan agama.

Radensyah, S.Pd
*konten kreator